-
Hadits Hasan
-
Pengertian
Hadis Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kurang kuat hapalannya, bersambung sanadnya, tidak mengandung ‘illat dan tidak syadz. Dari definisi di atas menunjukkan bahwa hadis hasan itu sama dengan hadis shahih, perbedaannya hanya pada tingkat kedlabithan perowinya berada di bawah hadis shahih
-
Syarat
- Para perawi-nya adil.
-
Ke-dhabit-an perawi-nya dibawah perawi hadits shahih.
- Sanad-sanadnya bersambung.
-
Tidak terdapat kejanggalan atau syadz, dan
-
Tidak mengandung ‘illat.
-
Pembagian
- Hasan li dzatih
- Hasan li gharih
Yang dimaksud dengan hadits hasan li dzatih ialah hadits hasan dengan sendirinya, yakni hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits hasan yang lima, yang mengacu pada definisi al Asqalani di atas.
Hadits hasan li ghairih ialah hadits hasan bukan dengan sendirinya, artinya hadits yang menduduki kualitas hasan karena dibantu oleh keterangan lain baik adanya syahid maupun muttabi’
-
Kehujjahan
Sebagaimana hadits shahih, menurut para ulama ahli hadits, bahwa hadits hasan, baik hasan li dzatih maupun hasan li ghairih, juga dapat diadikan hujjah untuk menetapkan suatu kepastian hukum, yang harus diamalkan. Hanya saja terdapat perbedaan pandangan diantara mereka dalam soal penempatan rutbah atau urutannya, yang disebabkan oleh kualitasnya masing-masing. Ada ulama yang tetap membedakan kualitas kehujjahan baik antara shahih li datih dan shahih li ghairih dengan hasan li dzatih dan hasan li ghairih.
-
Pengertian
-
Hadits Dha'if
-
Pengertian
Kata ضعيف menurut bahasa berarti yang lemah sebagai lawan kata dari قوي) yang kuat). Sebagai lawan kata dari shahih kata dha’if juga berarti سقيم) yang sakit). Maka sebutan hadits dha’if, secara bahasa berarti hadits yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.
Sedangkan pengertian hadis dha’if secara istilah adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits Shahih atau hadits Hasan, atau hadis yang tidak ada padanya sifat-sifat hadis shahih dan hadis hasan. Hadits Dhaif merupakan hadits Mardud yaitu hadits yang tidak diterima oleh para ulama hadits untuk dijadikan dasar hukum.
-
Pembagian
- Dhaif disebabkan adanya kekurangan pada rawinya baik tentang keadilan maupun hafalannya, sebagai berikut:
- Hadis Maudlu’, yaitu hadis yang dibuat dan diciptakan oleh seseorang yang kemudian disandarkan kepada Rasulullah secara palsu dan dusta.
- Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu Hadits yang hanya dirwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.
- Hadits Munkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/ jujur.
- Hadits Mu’allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani bahwa hadis Mu’allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut Hadits Ma’lul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mu’tal (Hadits sakit atau cacat).
- Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dan tidak dapat dikompromikan.
- Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
- Hadis Muharraf, yaitu hadis yang terjadi perubahan huruf dan syakalnya. Hadis Muharraf, yaitu hadis yang terjadi perubahan huruf dan syakalnya.
- Hadis Mushahhaf, yaitu hadis yang sudah berubah titik kata.
- Hadits Mubham yaitu hadits yang perowinya tidak diketahui identitasnya.
- Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya
- Hadits Syadz, Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang terpercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.
- Dhaif disebabkan sanadnya tidak bersambung
- Hadis Mu’allaq, yaitu hadis yang digugurkan sanad pertama (guru mukhorrij).
- Hadis Mursal, yaitu hadis yang digugurkan sanad terakhir (sahabat) atau nama sahabat tidak disebut.
- Hadis Mu’dlal, yaitu hadis yang digugurkan itu dua orang rawi atau lebih berturut-turut.
- Hadis Munqathi’, yaitu hadis yang digugurkan 2 orang perowi atau lebih dan tidak berturut-turut.
- Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Hadis mudallas terbagi menjadi 2, yaitu : (a)Tadlis Isnad, yaitu seorang perowi menerima hadis dari orang yang semasa, tetapi tidak pernah bertemu langsung atau bertemu langsung tetapi tidak menyebut namanya. (b)Tadlis Syuyukh, yaitu seorang perowi menyebut nama gurunya bukan dengan namanya yang dikenal khalayak umum, tetapi dengan nama yang kurang dikenal
-
Kehujjahan
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum pengamalan hadis dlaif.
Pertama, hadis dlaif tidak dapat diamalkan secara mutlak. Menurut madzhab Imam Malik, Syafi’i, Yahya bin Ma’in, Abdurrahman bin Mahdi, Bukhari, Muslim, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Hazm dan para imam ahli hadits lainnya, mereka tidak membolehkan beramal dengan hadits dha’if secara mutlaq meskipun untuk fadhaa-ilul a’mal.
Kedua, Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, hadis dlaif boleh diamalkan dengan beberapa persyaratan yang sangat ketat, yaitu:
- Hadits tersebut khusus untuk fadhaa-ilul a’mal atau targhib dan tarhib, tidak boleh untuk akidah atau ahkaam atau tafsir Qur'an
- Hadits tersebut tidak sangat dha’if apalagi hadits-hadits maudhu’, munkar dan hadits-hadits yang tidak jelas asalnya.
- Hadits tersebut tidak boleh diyakini sebagai sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan tidak boleh dimasyhurkan.
- Hadits tersebut harus mempunyai dasar yang umum dari hadits shahih.
- Wajib memberikan bayan (penjelasan) bahwa hadits tersebut dha’if saat menyampaikan atau membawakannya. Wajib memberikan bayan (penjelasan) bahwa hadits tersebut dha’if saat menyampaikan atau membawakannya.
- Dalam membawakannya tidak boleh menggunakan lafadz-lafadz jazm (yang menetapkan), seperti: ‘Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda’ atau ‘mengerjakan sesuatu’ atau ‘memerintahkan dan melarang’ dan lain-lain yang menunjukkan ketetapan atau kepastian bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam benar-benar bersabda demikian. Tetapi wajib menggunakan lafadz tamridh (yaitu lafadz yang tidak menunjukkan sebagai suatu ketetapan). Seperti: ‘Telah diriwayatkan dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam’ dan yang serupa dengannya
Ketiga, berpendapat boleh mengamalkan hadis dlaif secara mutlak. Abu Daud dan Imam Ahmad berpendapat bahwa mengamalkan hadis dlaif lebih disukai daripada berpedoman kepada akal atau qiyas
-
Pengertian